Makalah Demokrasi Indonesia
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon pertolongan
dan meminta ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu dan
keburukan amal perbuatan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannnya. Sebaliknya, barang siapa
yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
Alhamdulillah
saya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Demokrasi Indonesia” sebagai analisis untuk melihat bagaimana
sistem Demokrasi di Indonesia.
Saya hanya dapat berdoa, kiranya apa yang saya tulis disini bermanfaat bagi
kita semua. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. saya sadar bahwa apa yang kami
tulis masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritikan dan saran yang
sifatnya membangun dari para pembaca sangat saya harapkan.
Akhir kata, mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini.
Dan hanya kepada Allah swt kita berlindung dan memohon ampun.
Takengon, Oktober 2012
Penulis,
BAB II
P E N D A
H U L U A N
A.
Latar Belakang
Hasil
Penelitian menyatakan “mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi
dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem
organisasi politik dan sosial yang di perjuangkan oleh para pendukungnya yang
berpengaruh” (UNISCO 1949).
Hampir
semua negara di dunia menyakini demokrasi sebagai “tolak ukur tak terbantah
dari keabsahan politik”. Keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah dasar
utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya sistem politik
demokrasi. Hal itu menunjukan bahwa rakyat di letakkan pada posisi penting
walaupun secara operasional implikasinya diberbagai negara tidak selalu sama.
Tidak ada negara yang ingin dikatakan sebagai negara yang tidak demokratis atau
negara otoriter.
Demokrasi
merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal
dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan
(demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani(dēmokratía) "kekuasaan
rakyat", yang dibentuk dari kata (dêmos)
"rakyat" dan (Kratos)
"kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan
abad ke-5 dan ke-4 SM di Yunani Kuno,
khususnya Athena,
menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
B. Tujuan
Disamping
makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada
pembaca tentang demokrasi yang berkembang di Indonesia namun yang terpenting
adalah demokrasi tersebut dapat mewujudkan keadaan yang saling harmonis antara
pemerintahan dengan keadaan masyarakat luas. Oleh sebab itu demokrasi yang baik
harus dilakukan sedemikian rupa untuk menjaga rasa kerukunan serta aspirasi
masyarakat luas. Sehingga keadaan politik serta pemerintahan Indonesia dapat
berkembang dengan baik.
C. Sasaran
Demokrasi
Indonesia yang sangat maju berkembang dapat terbina dengan baik oleh semua
kalangan warga Indonesia yang sangat menjunjung tinggi demokrasi, yang menjadi
sasaran utamanya adalah Demokrasi Indonesia dapat berkembang dengan baik, aman,
tentram dan tidak anarkis dimasa yang akan datang. Karena disitulah titik berat
dari sebuah pemerintah dengan demokrasi yang kuat terhadap ketahanan
pemerintahan nasional.
BAB
II
P E M
B A H A S A N
A.
Pengertian Demokrasi
Menurut Internasional Commision of Jurits
Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi
ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang
mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam
pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
Menurut Abraham Lincoln
Demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government
of the people, by the people, and for the people).
Menurut C.F Strong
Suatu
sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik
ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan
akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.
B.
Sejarah Demokrasi
Istilah
"demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari
sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari
istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
"demokrasi" dibanyak negara.
Kata
"demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara
dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian
pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan
berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan
membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya,
setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus
ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara
dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi
kekuasaan lembaga negara tersebut.
C.
Jenis–Jenis Demokrasi
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi
dibedakan atas :
1. Demokrasi Langsung
2. Demokrasi Tidak Langsung
Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan
atas :
1. Demokrasi Konstitusional
(Demokrasi Liberal)
2. Demokrasi Rakyat (Demokrasi
Proletar)
Menurut dasar yang menjadi titik perhatian atau
prioritasnya, demokrasi dibedakan atas :
1. Demokrasi Formal
2. Demokrasi Material
3. Demokrasi Campuran
Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat
kelengkapan negara, demokrasi dibedakan atas :
1. Demokrasi Sistem Parlementer
2. Demokrasi Sistem Presidensial
D.
Demokrasi Berdasarkan Prinsip
Ideologi
Menurut dasar prinsip ideologi, demokrasi dibedakan
atas :
a. Demokrasi
Konstitusional (Demokrasi Liberal)
Prinsip
demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah
sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini
kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Pemikiran
tentang Negara demokrasi sebagaimana dikembangkan oleh Hobbe, Lockedan
Rousseaue bahwa Negara terbentuk karena adanya perbenturan kepentingan
hidup mereka dalam hidup bermasyarakat dalam suatu natural state. Akibatnya
terjadilah penindasan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu
individu-individu dalam suatu masyarakat itu membentuk suatu persekutuan hidup
bersama yang disebut Negara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan dan hak
individu dalam kehidupan masyarakat Negara. Atas dasar kepentingan ini dalam
kenyataannya muncullah kekuasaan yang kadangkala menjurus ke otoriterianisme.
Berdasarkan
kenyataan yang dilematis tersebut, maka muncullah pemikiran ke arah kehidupan
demokrasi perwakilan liberal, dan hal inilah yang sering dikenal dengan
demokrasi-demokrasi liberal. Individu dalam suatu Negara dalam partisipasinya
disalurkannya melalui wakil yang dipilih melalui proses demokrasi.
Menurut Held
(2004:10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan
kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan
memaksa dan kebebasan. Rakyat harus diberikan jaminanan kebebasan secara
individual baik didalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan
kebebasan anti agama.
Konsekuensi
dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi ini adalah berkembang persaingan
bebas, terutama dalam ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu
menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam. Akibatnya kekuasaan kapitalislah
yang menguasai kehidupan Negara, hal ini sesuai dengan analisis P.L.
Berger bahwa dalam era globalisasi dewasa ini dengan semangat pasar
bebas yang dijiwai oleh filosofi demokrasi liberal, maka kaum kapitalislah yang
berkuasa.
b. Demokrasi
Rakyat (Demokrasi Proletar)
Demokrasi
rakyat disebut juga demokrasi proletar yang berhaluan Marxisme-Komunisme.
Demokrasi rakyat mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial.
Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada
penindasan atau paksaan. Akan tetapi, untuk mencapai masyarakat tersebut dapat
dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan.
Demokrasi
Rakyat (Proletar) disebut juga adalah demokrasi yang berlandaskan ajaran komunisme
dan marxisme. Demokrasi ini tidak mengakui hak asasi warga negaranya.
Demokrasi ini bertentangan
dengan demokrasi konstitusional. Demokrasi ini mencita-citakan
kehidupan tanpa kelas sosial dan tanpa kepemilikan pribadi. Negara
adalah alat untuk mencapai komunisme yaitu untuk kepentingan
kolektifisme.
E.
Demokrasi Berdasarkan Wewenang dan
Hubungan Antara Alat
Kelengkapan Negara
Menurut dasar wewenang dan hubungan antara alat
kelengkapan negara, demokrasi dibedakan atas
a. Demokrasi
Sistem Parlementer
Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan
demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah
kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang
Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950.
Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia
lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan
eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional
(constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan
demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan
perwujudannya dalam kehidupan politik di Indonesia.
Pertama, lembaga
perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang
berjalan.
Kedua, akuntabilitas
(pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi.
Ketiga, kehidupan
kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara
maksimal.
Keempat, sekalipun
Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan
prinsip demokrasi.
Kelima, masyarakat
pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama
sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya dengan
maksimal.
Keenam, dalam masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah
memperoleh otonomi yang cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas
desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan
kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa
demokrasi perlementer mengalami kegagalan? Banyak sekali para ahli mencoba
menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak jawaban, ada beberapa hal yang
dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, munculnya
usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk membentuk
pemerintahan yang bersifat gotong-royong. Kedua, Dewan Konstituante
mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional. Ketiga,
dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan
konflik. Keempat, Basis social ekonomi yang masih sangat
lemah.
b. Demokrasi
Sistem Presidensial
Periode
1966-1988, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi
konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Landasan formal periode
ini adalah pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka untuk
meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi dimasa demokrasi
terpimpin. Namun dalam perkembangannya peran presiden dan semakin dominan
terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi pada
masa ini, nama Pancasila hanya digunakan sebagai legistimasi politis penguasa
saat itu sebanyak kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan
nilai-nilai pancasila.
v
Pertama, rotasi
kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi.
v
Kedua,
rekruitmen politik bersifat tertutup.
v
Ketiga,
Pemilihan Umum.
v
Keempat,
pelaksanaan hak dasar warga Negara.
Salah satu ciri Negara demokratis dibawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan
umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal
memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang
kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi
berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penring sebagai berikut:
1. Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga
legislative.
2. Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam
menentukan pemegan
kekuasaan eksekutif untuk jangka
tertentu.
3. Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat
mengoreksi atau mengawasi
kekuatan eksekutif.
F.
Kelemahan Demokrasi
Hampir
semua negara di dunia mengaku sebagai negara demokrasi, di balik kepopuleran
ini, demokrasi juga memiliki kelemahan-kelemahan. Menurut S.N. Dubey ada
beberapa sisi buruk sistem pemerintahan demokrasi:
1.
Prinsip Persamaan Hak yang Tak Waras
Demokrasi berbasis terhadap anggapan bahwa manusia semua
sama atau sederajat, karena mereka akrab dan memiliki hal serupa didalam
mental, spiritual dan kwalitas moral. Akan tetapi para pengkritik demokrasi
membantah bahwa anggapan tersebut mustahil. Manusia tampak sangat luas berbeda
didalam figure jasmani, stamina moral, dan kapasitas untuk belajar dengan
berlatih dan pengalaman. Demokrasi adalah sebuah ide yang tidak mungkin dan
juga tidak logis, Untuk memberikan hak setiap individu dalam memilih merupakan
hal yang merusak perhatian masyarakat.
2. Pemujaan
Atas Ketidak Mampuan
Kritikan ini menggambarkan pemujaan atas ketidak
mampuan. Pemerintahan oleh mayoritas merupakan peraturan yang dipegang oleh
manusia biasa, dimana secara umum tidak intelligent, memiliki opini yang tak
terkontrol dan bertindak secara emosi tampa alasan,
pengetahuan yang terbatas, kurangnya waktu luang yang diperlukan untuk
perolehan dalam memahami informasi, dan curiga atas kecakapan yang dimiliki
oleh orang lain. Oleh karena itu, demokrasi adalah lemah didalam kwalitas.
Tiada nilai politik yang tinggi tampa anggota yang unggul didalamnya.
3.
Mobokrasi
Didalam demokrasi yang memerintah adalah publik; sedangkan publik atau kelompok seringkali beraksi dengan cara menyolok yang sangat berbeda, dari cara normal individu yang menyusun kelompok. Setiap kelompok kehilangan perasaan untuk bertanggung jawab, personalitas individu dan kesadaran mereka merupakan pilihan. Aksinya bersifat menurutkan kata hati dan menghasilkan dengan mudah, pengaruh atas saran dan pengaruh buruk perasaan dari kelompok lainnya. Oleh karena itu, Jenis kelompok apapun beraksi dibawah stimuli sementara; mereka bergerak dengan menyetir masyarakat primitip. publik seringkali berkelakuan zalim, bahkan merupakan orang yang sangat lalim. Hal yang tidak indah dimana pemimpin politik memamfaatkan psikologis rakyat banyak dan membangunkan nafsu masyarakat dalam aba- aba untuk memenangkan dukungan mereka.
Didalam demokrasi yang memerintah adalah publik; sedangkan publik atau kelompok seringkali beraksi dengan cara menyolok yang sangat berbeda, dari cara normal individu yang menyusun kelompok. Setiap kelompok kehilangan perasaan untuk bertanggung jawab, personalitas individu dan kesadaran mereka merupakan pilihan. Aksinya bersifat menurutkan kata hati dan menghasilkan dengan mudah, pengaruh atas saran dan pengaruh buruk perasaan dari kelompok lainnya. Oleh karena itu, Jenis kelompok apapun beraksi dibawah stimuli sementara; mereka bergerak dengan menyetir masyarakat primitip. publik seringkali berkelakuan zalim, bahkan merupakan orang yang sangat lalim. Hal yang tidak indah dimana pemimpin politik memamfaatkan psikologis rakyat banyak dan membangunkan nafsu masyarakat dalam aba- aba untuk memenangkan dukungan mereka.
4. Oligarchy
Yang Terburuk
Beberapa kritikan menegaskan bahwa demokrasi
adalah pelatihan memimpin untuk menuju oligarchy yang terburuk. Telleyrand
mengambarkan demokrasi adalah sebuah aristokrasi orang yang jahat. Hal lazim
pada setiap manusia adalah cemburu atas keunggulan orang lain. Oleh karena itu,
mereka jarang memilih orang yang mampu untuk memimpin mereka. Mereka sering
memilih orang yang rendah kwalitasnya, dimana sering tidak mengindahkan dan
secara luar biasa cakap dalam mengatur diri mereka sendiri dengan sentiment
yang tinggi. Orang yang jujur dan mampu jarang terpilih didalam demokrasi.
Kekuatan demokrasi berada ditangan perusak dan koruptor. Carlyle mengapkirkan bahwa
demokrasi pemerintahan tukang
Bual atau tukang obat.
5.
Pemerintahan Para Kapitalist
Marxist
mengkritik demokrasi yang menggolongkan demokrasi kaum borjuis. Mereka
memperdebatkan doktrin kedaulatan yang menjadi dasar didalam demokrasi adalah
sebuah dongeng. Padahal demokrasi dalam hak suara orang dewasa melahirkan
dendam, dan berada dibawah analisa pemerintahan kapitalist, yang mana bisa
dikatakan dari kapitalist untuk kapitalist. Uang adalah pemimpin dan peraturan didalam pemerintahan
demokrasi, seperti bentuk pemerintahan yang lain. Bisnis dan finansial adalah
tokoh terkemuka yang mengeluarkan dana milyaran dalam pemilihan, dan ini semua
untuk menarik pengikut agar bersatu dan memilihnya sebagai wakil mereka. Mereka
membiayai partai- partai politik dan membeli para politikus. Maka dari inilah
Negara diperintah oleh kelompok yang menarik perhatian.
6.
Pemerintahan oleh Sekelompok Kecil
Disini
menegaskan demokrasi atas nama tidak tersokong. Setiap Negara yang memiliki
populasi terbesar tidak pernah melatih vote mereka. Lagipula, dalam demokrasi
dikebanyakan Negara yang melewati angka pemilihan keluar sebagai juara. Dibawah
sistem ini sering terjadi atas minoritas partai mendapatkan vote meraih kembali
kekuatan. Sedangkan partai yang tidak meraih suara yang memadai, maka akan
menjadi sebagai partai oposisi atau sayap kiri. Jadi demokrasi adalah
pemerintahan yang berhenti untuk menjadi pemerintahan mayoritas.
7.
Sistem Partai yang Korupt dan Melemahkan Bangsa
Demokrasi
berbasis atas sistem partai. Partai- partai dipandang sangat diperlukan untuk
kesuksesan demokrasi. Akan tetapi sistem partai telah merusak demokrasi dimana-
mana. Partai- partai meletakkan perhatian utama mereka sendiri daripada bangsa
mereka. Semua perlengkapan institusional dan ideological orang – orang yang
berhak memilih dalam pemilihan adalah korup. Mereka menganjurkan ketidak
tulusan, mengacaukan persatuan bangsa, menyebarkan dusta, dan merendahkan
standar moral rakyat. Mesin partai dengan baik bekerja atas setiap individu
warganegara, siapa saja yang berkeinginan menggunakan sedikit pendapat atau
tiada kebebasan. Faktanya sistem fasilitas daripada partai menghalangi operasi
peraturan lalim. Sistem partai menciptakan kelompok politik professional, yang
mana kebanyakan dari mereka tidak mampu bekerja secara serius dan
membangun.
Mereka tumbuh berkembang diatas kesilapan masyarakat, yang berhasil mereka tipu dan dimamfaatkan. Mereka selalu menciptakan kepalsuan pokok persoalan, untuk menjaga bisnis yang berjalan. Para politikus tidak hanya memonopoli kekuatan, akan tetapi menguasai juga wibawa sosial. Hasilnya, rakyat sibuk dalam profesi yang beragam dan lapangan kerja yang timbul berjenis dalam kondisi yang rumit dan terlelap didalam pekerjaan mereka masing- masing.
Mereka tumbuh berkembang diatas kesilapan masyarakat, yang berhasil mereka tipu dan dimamfaatkan. Mereka selalu menciptakan kepalsuan pokok persoalan, untuk menjaga bisnis yang berjalan. Para politikus tidak hanya memonopoli kekuatan, akan tetapi menguasai juga wibawa sosial. Hasilnya, rakyat sibuk dalam profesi yang beragam dan lapangan kerja yang timbul berjenis dalam kondisi yang rumit dan terlelap didalam pekerjaan mereka masing- masing.
8.
Menghalangi Perkembangan Sosial
Menurut
Faguet demokrasi adalah sebuah benda yang aneh sekali bentuknya dalam biologis;
ia tidak sebaris dengan proses perkembangan. Hukum perkembangan adalah
mendakinya kita dalam derajat perkembangan sentralisasi yang baik; perbedaan
bagian tubuh memberikan kelainan pada fungsi. Otak mengontrol semua bagian
organisme. Demokrasi adalah anti perkembangan. Ia tidak memiliki sistem sentral
yang ditakuti. Tidak ada satu badan bagian politik, yang bisa berpikir dan
merancang semua organismenya; ia mengira bahwa otak bisa dialokasikan dimana-
mana dalam organisme.
9.
Menghalangi Perkembangan Intelektual
Kritikan
terhadap demokrasi adalah menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan, kesenian
dan kesusastraan. Rakyat jelata menjadi bodoh dan kolot dalam segi pandang,
dimana bermusuhan terhadap aktifitas serius intelektual. Seniman dan penulis
memulai untuk memenuhi vulgar dan memilki selera rendah bahkan menjadi
parhatian bagi rakyat jelata. Hasil dari seni dan sastra sama dengan merendahkan
derajat. Didalam perkataan Burn; peradaban yang dihasilkan demokrasi bisa
dikatakan biasa, cukupan dan tumpul.
10. Demokrasi
adalah Bentuk Pemerintahan yang Mahal
Propaganda
partai dan sering mengunjungi pemilihan membutuhkan pengeluaran yang besar.
sebagai contoh di India, milyaran rupees tersalurkan untuk setiap lima tahun
pemilihan. Jumlah uang yang sangat besar ini dikeluarkan sebagai gaji dan upah
para legislator. Dana yang seharusnya dipakai untuk tujuan produktif,
dihabiskan dengan sia- sia atas dasar berkampanye dan jumlah ilmu perawatan.
Lord Bryce adalah pakar yang mempelajari secara luas, dan membuat catatan demokrasi dari berbagai Negara, menyatakan beberapa keburukan didalam demokrasi modern sebagai berikut:
1. uang adalah kekuatan yang
menyesatkan administrasi dan perundang- undangan.
2. kecenderungan untuk membuat
demokrasi sebagai profesi yang menguntungkan.
3. keroyalan didalam administrasi.
4. penyalahgunaan doktrin persamaan
hak dan gagal untuk menghargai nilai keahlian administrasi.
5. kekuatan organisasi partai yang
tidak pantas.
6. kecenderungan para legislator dan
pejabat untuk bermain atas vote, didalam melewati hukum dan tahan terhadap
pelanggaran perintah.
G.
Kegagalan Demokrasi Indonesia
Indonesia
tengah dilanda berbagai masalah yang kompleks. Sistem demokrasi yang seyogyanya
menghasilkan masyarakat yang bebas dan sejahtera, tidak terlihat hasilnya,
malah kenyataannya bertolak belakang. Berikut ini adalah beberapa fenomena
kegagalan demokrasi di Indonesia.
Pertama, Presiden tidak cukup kuat untuk
menjalankan kebijakannya. Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Ini membuat
posisi presiden presiden kuat dalam ati sulit untuk digulingkan.
Namun, di parlemen tidak terdapat
partai yang dominan, termasuk partai yang mengusung pemerintah. Ditambah lagi
peran lagislatif yang besar pasca reformasi ini dalam menentukan banyak
kebijakan presiden. Dalam memberhentikan menteri misalnya, presiden sulit untuk
memberhentikan menteri karena partai yang “mengutus” menteri tersebut akan
menarik dukungannya dari pemerintah dan tentunya akan semakin memperlemah
pemerintah. Hal ini membuat presiden sulit mengambil langkah kebijakannya dan
mudah di-“setir” oleh partai.
Kedua, rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat justru di tengah kebebasan demokrasi. Tingkat kesejahteraan menurun
setelah reformasi, yang justru saat itulah dimulainya kebebasan berekspresi,
berpendapat, dll. Ini aneh mengingat sebenarnya tujuan dari politik adalah
kesejahteraan. Demokrasi atau sistem politik lainnya hanyalah sebuah alat.
Begitu pula dengan kebebasan dalam alam demokrasi, hanyalah alat untuk mencapai
kesejahteraan.
Ketiga, tidak berjalannya fungsi partai
politik. Fungsi partai politik paling tidak ada tiga: penyalur aspirasi rakyat,
pemusatan kepentingan-kepentingan yang sama, dan sarana pendidikan politik
masyarakat. Selama ini dapat dikatakan ketiganya tidak berjalan. Partai politik
lebih mementingkan kekuasaan daripada aspirasi rakyat.
Fungsi partai politik sebagai
pemusatan kepentingan-kepentingan yang sama pun tidak berjalan mengingat tidak
adanya partai politik yang konsisten dengan ideologinya. Partai politik sebagai
sarana pendidikan politik masyarakat lebih parah. Kita melihat partai mengambil
suara dari masyarakat bukan dengan pencerdasan terhadap visi, program partai,
atau kaderisasi. Melainkan dengan uang, artis, kaos, yang sama sekali tidak
mencerdaskan malah membodohi masyarakat.
Keempat, ketidakstabilan kepemimpinan
nasional. Jika kita cermati, semua pemimpin bangsa ini mualai dari Soekarno
sampai Gus Dur, tidak ada yang kepemimpinannya berakhir dengan bahagia. Semua
berakhir tragis alias diturunkan. Ini sebenarnya merupakan dampak dari tidak
adanya pendidikan politik bagi masyarakat. Budaya masyarakat Indonesia tentang
pemimpinnya adalah mengharapkan hadirnya “Ratu Adil” yang akan menyelesaikan
semua masalah mereka. Ini bodoh. Masyarakat tidak diajari bagaimana
merasionalisasikan harapan-harapan mereka. Mereka tidak diajarkan tentang
proses dalam merealisasikan harapan dan tujuan nasional.
Hal ini diperburuk dengan sistem
pemilihan pemimpin yang ada sekarang (setelah otonomi), termasuk pemilihan
kepala daerah yang menghabiskan biaya yang mahal. Calon pemimpin yang
berkualitas namun tidak berduit akan kalah populer dengan calon yang tidak
berkualitas namun memiliki uang yang cukup untuk kampanye besar-besaran,
memasang foto wajah mereka besar-besar di setiap perempatan. Masyarakat yang
tidak terdidik tidak dapat memilih pemimpin berdasarkan value.
Kelima, birokrasi yang politis, KKN, dan
berbelit-belit. Birokrasi semasa orde baru sangat politis. Setiap PNS itu
Korpri dan wadah Korpri adalah Golkar. Jadi sama saja dengan PNS itu Golkar.
Ini berbahaya karena birokrasi merupakan wilayah eksekusi kebijakan. Jika
birokrasi tidak netral, maka jika suatu saat partai lain yang memegang pucuk
kebijakan, maka dia akan sulit dalam menjalankan kebijakannya karena birokrasi
yang seharusnya menjalankan kebijakan tersebut memihak pada partai lain.
Aknibatnya kebijakan tinggal kebijakan dan tidak terlaksana. Leibih parahnya,
ini dapat memicu reformasi birokrasi besar-besaran setiap kali ada pergantian
kepemimpinan dan tentunya ini bukanlah hal yang baik untuk stabilitas
pemerintahan. Maka seharusnya birokrasi itu netral.
Keenam, banyaknya ancaman separatisme.
Misalnya Aceh, Papua, RMS, dll. Ini merupakan dampak dari dianaktirikannya
daerah-daerah tersebut semasa orde baru, yang tentunya adalah kesalahan
pemerintah dalam “mengurus anak”. Tentunya ini membuat ketahanan nasional
Indonesia menjadi lemah, mudah diadu domba, terkurasnya energi bangsa ini, dan
mudah dipengaruhi kepentingan asing.
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
Dari
pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya.
Kita memang telah menganut demokrasi dan bahkan telah di praktekan baik dalam
keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan
tetapi, kita belum membudanyakannya. Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan
yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti
penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging
di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang
tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh
nilai-nilai demokrasi.Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering
mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar
nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain,
kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang
di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang
dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu
masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita
sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.
B.
Saran
Mewujudkan
budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara.
Yang paling utama, tentu saja, adalah adanya niat untuk memahami nilai-nilai
demokrasi.Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya. Memahami
nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman
negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik
dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita
kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan
niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari
nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air
kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
D A F
T A R P U S T A K A
http://makalahcyber.blogspot.com/2012/09/makalah-demokrasi-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar