Pengertian
Tanam Paksa dan Sejarah Tanam Paksa|Tanam Paksa atau biasa disebut Cultuurstelsel
merupakan sistem yang bertujuan dan bermanfaat bagi belanda, Tanam Paksa
adalah Peraturan Mempekerjakan seseorang dengan paksa yang sangat
merugikan pekerja, dan tampa diberi gaji dan tampa istirahat. Sistem Tanam
Paksa telah menjadi sejarah bagi Rakyat indonesia untuk itu mari kita
membahasan Tanam Paksa dari proses-proses tanam paksa dan penyebab dari
kemunculan tanam paksa yang sangat merugikan Pekerja indonesia serta mengapa
indonesia sulit untuk melepaskan diri dari sistem tanam paksa yang memiliki
ketentuan-ketentuan pokok dalam sistem tersebut sehingga Tanam Paksa tersebut
terus berlangsung dan apakah tidak ada yang merasa kasihan dan bahkan menentang
sistem tanam paksa itu Untuk itu mari kita lihat Sejarah Sistem Tanam Paksa
yang dimulai pada tahun 1816 pemerintahan kolonia belanda kembali
berkuasa di Indonesia. Pada awalnya sebagai pemegang jabatan gubernur jenderal Hindia
belanda adalah Baron van der Dapellen. Ia mencoba menerapkan politik liberal
ada masa kekuasaannya. Namun, kebijakan itu mengalami kegagalan. penyebabnya,
antara lain sebagai berikut,
a.Kebijakan
politik liberal tidak sesuai dengan sistem feodal di indonesia terutama di jawa
b.Struktur
birokrasi feodal yang panjang dan berbelit menyebabkan pemerintah tidak dapat
berhubungan langsung dengan rakyat:
c.Kas negara
makin kosong akibat Perang Diponegoro yang tidak kunjung selesai:
d.Kesulitan
keuangan makin membesar setelah Belgia sebagai salah satu sumber dana
melepaskan diri dari Belanda pada tahun 1830:
e.Ekspor
Belanda kalah bersaing dengan Ingris.
Belajar dan
kegagalan itu, pada tahun 1830 Belanda melantik Johannes van den Bosch
menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Johannes van den Bosch kemudian
melaksanakan politik konservatif meniru gaya pemerintahan Daendels dan Raffles
yaitu dengan mengeksploitasi tenaga kerja penduduk pribumi. Program kerja Van
den Bosch itu lebih dikenal dengan nama Sistem Tanam Paksa atau
Cuhuurstelsel.
Tujuan utama
Sistem Tanam Paksa
tersebut adalah mempero1eh pendapatan yang besar dengan mewajibkan menanam
tanaman dagang yang laku dan dibutuhkan di pasaran Eropa. seperti tebu, nila,
teh, kopi, tembakau, kayu manis, dan kapas.
Ketentuan
pokok Sistem Tanam Paksa, antara lain sebagai berikut :
a. Para
petani yang mempunyai tanah diminta menyediakan seperlima tanahnya untuk
ditanami tanaman perdagangan yang sudah ditentukan.
b. Bagian
tanah yang digunakan untuk menanam tanaman wajib tersebut dibebaskan dari
pembayaran pajak.
c. Hasil
dari penanaman tanaman perdagangan itu harus diserahkan kepada pemerintah
Belanda. Setiap kelebihan hasil panen dan nilai pajaknya akan dibayarkan
kembali sisanya.
d. Tenaga dan waktu untuk menggarap
tanaman perdagangan tidak melebihi dari tenaga dan waktu dalam menanam
padi.
e. Kegagalan panen tanaman wajib
menjadi tanggung jawab pemerintah
f. Bagi mereka yang tidak memiliki
tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam setahunnya di perkebunan milik
pemerintah.
g. Penggarapan tanah untuk tanaman
wajib akan diawasi langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai Belanda secara umum
mengawasi jalanna penggarapan dan pengangkutannya.
Dalam pelaksanaannya peraturan yang
telah ditetapkan seringkali tidak dipatuhi. Berbagai penyimpangan terjadi,
seperti
- Sawah dan ladang rakyat terbengkalai karena perhatian dipusatkan pada penanaman tanaman wajib.
- Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi waktu yang ditentukan.
- Luas lahan untuk penanaman tanaman wajib melebihi dari seperlima lahan garapan.
- Lahan yang disediakan untukpenanaman tanaman wajib tetap dikenakan pajaktanah.
- Kelebihan hasil panen dan jumlah pajak yang hams dibayar tidak dikembalikan.
- Kegagalan panen tanaman wajib tetap menjadi tanggung jawab petani.
Berbagai penyimpangan terhadap pelaksanaan Sistem Tanam Paksa itu telah mengakibatkan penderitaan yang sangat besar bagi rakyat pedesaan di Pulau Jawa. Timbul bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana. sehingga angka kematian makin besar. Bahya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang mengerikan terjadi di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Hal ini mengakibatkan jumlah penduduk di daerah-daerah tersebut turun drastis. Di samping itu, juga terjadi penyakit busung lapar (hongerodeem). Sistem Tanam Paksa yang mengakibatkan penderitaan menimbulkan reaksi bangsa Indonesia dengan mengadakan perlawanan , seperti yang dilakukan para petani tebu di pasuruan pada tahn 1833. Meskipun Sistem Tanam Paksa sangat menguntungkan pemerintah Belanda, orang-orang Belanda sendiri banyak yang menentangnya. Penentangan itu dilakukan baik secara perseorangan maupun dalam parlemen. Para penentang sistem Tanam Paksa tersebut, antara lain sebagai berikut.
a. Edward Douwes Dekker (1820—1 887)
E. Douwes Dekker adalah seorang residen di Lebak, Serang, Jawa Barat. Ia sangat sedih menyaksikan buruknya nasib bangsa Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa. Ia menulis buku berjudul Max Havelar yang terbit pada tahun 1860. Dalam buku tersebut, ia memakai nama samaran “Multatuli”. Isi buku tersebut melukiskan penderitaan rakyat Indonesia akibat pelaksanaan Sistem Tanam Paksa. Tulisan Douwes Dekker menyebabkan orang Belanda menjadi terbuka melihat keburukan Sistem Tanam Paksa dan menghendaki agar Sistem Tanam Paksa dihapuskan.
b. Baron van Hdevel (1812—1879)
Semula Baron van Hoevel tinggal di Jakarta. Kemudian pulang ke Negeri Belanda menjadi anggota parlemen. Selama tinggal di Indonesia, ia mengetahui banyak tentang penderitaan bangsa Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa. Baron van Hoevel bersama dengan Fransen van de Putte menentang Sistem Tanam Paksa. Fransen van de Putte menulis buku berjudul Suiker Contracten (kontrak kontrak gula). Kedua tokoh ini berjuang keras untuk menghapuskan Sistem Tanam Paksa melalui parlemen BeIanda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar