Nasehat kepada sang ayah dalam mendidik anak-anaknya
Berkata As Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan -hafizhahullah :
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah Ta’ala.
Allah berfirman :
يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة عليها ملائكة غلاظ شداد (التحريم : ٦)
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya
adalah Malaikat-malaikat yang kasar dan keras”. (At Tahrim : 6)
Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas -radhiyallahu anhu bahwa
ayat ini mengandung makna : “Beramallah dalam ketaatan kepada Allah,
jagalah diri kalian dari kemaksiatan kepada-Nya, dan perintahkanlah
anak-anak kalian untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Maka dengan itulah kalian menjaga (diri kalian dan
keluarga) dari api neraka”.
Dari Ali bin Abi Thalib -radhiyallahu ‘anhu berkata tentang makna
ayat ini : “Ajarkan diri kalian dan keluarga kalian akan kebaikan,
ajarkanlah adab kepada mereka”.
Hamba-hamba Allah, sesungguhnya memperhatikan pendidikan anak-anak adalah perkara yang sangat penting dan agung.
Wajib para ayah untuk melihat, memperhatikan dan mengintrospeksi diri
akan perkara penting ini. Khususnya pada zaman sekarang yang begitu
besar gelombang fitnah dan begitu asingnya nilai agama. Sangat banyak
tarikan dan dorongan untuk berbuat kerusakan (di muka bumi ini),
sampai-sampai seorang ayah terhadap anak-anaknya seperti penggembala
yang menjaga kambing-kambingnya ketika berada di tempat yang di sana
terdapat binatang buas yang siap memangsa. Ketika penggembala tadi
lengah maka kambing-kambing tadi diterkam oleh srigala-srigala.
Sesungguhnya penjagaan Islam dalam pendidikan dan kebaikan bagi
anak-anak sudah nampak jelas sejak awal. Yaitu sejak disyariatkannya
seorang pria memilih pasangannya yang shalihah, yang baik agamanya dan
berakhlak mulia.
Wanita adalah laksana tanah yang siap menerima benih. Bila wanita tadi
shalihah maka akan dapat membantu sang suami dalam mendidik
anak-anaknya.
Dan disyariatkan juga bagi suami ketika akan berhubungan dengan istrinya untuk berdoa :
بسم الله، اللهم جنبنا الشيطان و جنب الشيطان ما رزقتنا
“Bismillah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhlanlah syaithan dari apa yang Engkau berikan rizki kepada kami”.
Dan seorang ayah disyariatkan memilihkan nama anaknya dengan nama
yang baik. Sungguh hal ini telah diperintahkan oleh Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian sang anak dikhitan, hal ini demi kebaikan dan menjaga
kesehatan anak. Khitan merupakan penampakkan syiar Islam yang membedakan
seorang muslim dengan nasrani. Dan khitan merupakan amalan fithrah
(seorang hamba).
Seorang anak akan terhalang, sehingga disembelihlah dua ekor kambing
jika anak itu laki-laki dan seekor kambing jika perempuan. Hikmahnya
adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan amalan tadi
ketika seorang anak lahir ke alam dunia. Dan juga sebagai tebusan bagi
si anak sebagaimana Allah telah menebus Nabi Ismail -‘alaihis salam
dengan seekor kambing kibasy.
Itu semua dilakukan dalam rangka memperhatikan (kebaikan) anak-anak yang telah dilahirkan (ke alam dunia ini).
Hamba-hamba Allah, seorang anak memiliki hak atas ayahnya sebagaimana
seorang ayah memiliki hak atas anaknya. Berkata sebagian ulama :
“Sesungguhnya Allah -Subhanahu wa Ta’ala akan bertanya kepada seseorang
tentang anaknya di hari qiyamah kelak sebelum Allah bertanya kepada
seseorang tentang ayahnya.
Allah Ta’ala berfirman :
يوصيكم الله في أولادكم (النساء : ١١)
“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang anak-anak kalian”. (An Nisa : 11)
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اعدلوا بين أولادكم
“Berbuat adillah kalian terhadap anak-anak kalian”.
Maka wasiat Allah kepada seseorang tentang anak-anaknya lebih dulu daripada wasiat kepada seseorang tentang ayah-ayah mereka.
Barang siapa yang meremehkan pendidikan yang bermanfaat untuk anaknya
dan membiarkan anaknya begitu saja (tidak dibimbing dan dididik), maka
dia telah berbuat sejelek-jelek perbuatan.
Betapa banyak anak yang berbuat kerusakan (kemungkaran) karena sebab
peremehan seorang ayah kepadanya sehingga meninggalkan kewajiban dalam
mendidik dan mengajarkan anak-anaknya akan kewajiban-kewajiban dan
sunnah-sunnah dalam agama.
Mereka meremehkan tugasnya di saat anak mereka masih kecil, ketika si
anak beranjak dewasa maka tidak bermanfaat lagi bagi si anak dan sang
ayah.
Saat sang ayah memperingatkan anaknya agar jangan durhaka kepadanya,
sang anak berkata : “Wahai ayahku, ketika aku kecil engkau durhaka
kepadaku maka ketika aku dewasa aku durhaka kepadamu. Ketika aku kecil,
engkau menyia-nyiakanku maka sekarang di saat engkau tua aku
menyia-nyiakanmu”.
Seorang anak tumbuh dewasa (di atas kebaikan atau kejelekan)
tergantung dari pembimbingnya. Maka wajib bagi walinya (ayahnya) untuk
menjauhkan anaknya dari majelis yang sia-sia, majelis kebatilan, majelis
nyanyian dan musik dengan mendengar kemungkaran, majelis kebid’ahan dan
dari tempat-tempat yang jelek lainnya.
Dan juga seorang ayah wajib menjauhkan anaknya dari sifat khianat,
dusta, malas, angkuh, dan bersantai-santai. Sesungguhnya sifat malas dan
angkuh merupakan bencana yang merusak yang akan menuai penyesalan.
Adapun sifat semangat dan siap lelah merupakan sifat yang mulia.
Seorang ayah wajib juga menjauhkan anaknya dari (perbuatan atau
sarana) yang berbau syahwat yang busuk. Bila seorang anak sudah masuk ke
lubang syahwat maka akan rusak dan akan sulit untuk diperbaiki.
Sebagian para ayah sering memberikan kepada anaknya pemberian. Mereka
memberi anaknya uang yang dengan uang tersebut sang anak mamakainya
untuk keperluan syahwatnya. Sang ayah merasa memuliakan anaknya dengan
memberinya uang, padahal hal tersebut menghinakannya. Mereka mengira
juga telah menyayangi anaknya, padahal telah menzhaliminya.
Wajib seorang ayah untuk melarang anaknya bergaul dengan
teman-temannya yang buruk dan orang-orang yang merusak (akhlak, perangai
dan perbuatannya).
Sebagian para ayah membelikan anaknya mobil atau sepeda motor, yang
dipakai oleh sang anak untuk tujuan buruk. Dengannya sang anak bebas
pergi ke tempat-tempat kemaksiatan walaupun harus ditempuh dengan jarak
yang jauh. Bisa jadi sang anak menyakiti tetangganya dengan sebab
kendaraan yang dipakainya. Dan terkadang dengan sebabnya pula terjadi
(kecelakaan) yang membuat sang anak atau orang lain meninggal dunia.
Sebagian orang tua tidak membina dan mendidik anaknya kecuali dengan
pendidikan yang bersifat hewan. Dia memberi anaknya makan, minum dan
pakaian dan meninggalkan kewajiban mendidik anaknya dalam urusan
agamanya dan akhlaknya yang mulia. Dia tidak mengetahui mana hal yang
bermanfaat bagi anaknya, tidak memperhatikan perkara agamanya, dan dia
tidak melaksanakan perintah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada anaknya. Beliau bersabda :
مروا أولادكم بالصلاة لسبع سنين، و اضربوهم عليها لعشر، و فرقوا بينهم في المضاجع
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat di usia
tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mengerjakan shalat) di usia
sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (anak laki-laki dan
perempuan)”.
Wahai para ayah, sesungguhnya dengan hadits ini Rasulullah
-shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan kalian orang yang bertanggung
jawab atas anak-anak kalian.
Dan beliau memerintahkan kalian untuk mendidik anak-anak kalian agar
mereka mengerjakan shalat lima waktu. Ajarkan kepada mereka bagaimana
tata cara bersuci dan shalat (sesuai sunnah Nabi).
Iringilah anak-anak kalian (dengan pendidikan yang baik) sesuai
dengan umur-umur mereka. Perintahkanlah mereka shalat di umur tujuh
tahun, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang mendidik tidak melukai)
ketika mereka tidak mau shalat di usia sepuluh tahun.
Beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kalian untuk
menjauhkan anak-anak kalian dari sebab-sebab rusaknya akhlak mereka.
Pisahkanlah tempat tidur mereka (anak laki-laki dan perempuan),
janganlah mereka tidur berdekatan satu sama lain karena dikhawatirkan
terjadi suatu yang terlarang.
Maka kalian bertanggung jawab atas mereka di saat mereka tidur
sebagaimana kalian bertanggung jawab atas mereka ketika mereka dalam
keadaan tidak tidur.
Wahai para ayah, kalian bertanggung jawab atas bimbingan kalian kepada anak-anak kalian dalam perkara yang baik.
Jangan biarkan mereka membaca buku-buku, surat kabar, majalah-majalah
(yang mengandung kemungkaran) -sehingga tersibukkan dari kebaikan-.
Sungguh padanya banyak racun yang mematikan.
Bimbinglah mereka untuk membaca buku-buku yang bermanfaat dan
majalah-majalah yang berfaidah (bagi agama dan akhlak mereka) dan
segeralah penuhi kebutuhan itu untuk mereka.
Bila kalian tidak mengetahui apa yang bermanfaat bagi mereka maka
tanyalah kepada orang yang mengetahui ilmu agama dan mintakanlah untuk
memilihkan untukmu apa yang bermanfaat dan berfaidah bagi anak-anak
kalian.
Wahai para ayah, berdo’alah kepada Allah Ta’ala untuk kebaikan
anak-anak kalian sebagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, kekasih Allah
berdo’a :
و اجنبني و بني أن نعبد الأصنام (إبرهيم : ٣٥)
“(Wahai Rabbku) jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala”. (Ibrahim : 35)
Dan juga beliau berdo’a :
رب هب لي من الصالحين (الصافات : ١٠٠)
“Wahai Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih”. (As Shafat : 100)
رب اجعلني مقيم الصلاة و من ذريتي (إبرهيم : ٤٠)
“Wahai Rabbku jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat”. (Ibrahim : 40)
Dan juga Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail -alaihimas salam berdo’a :
ربنا و اجعلنا مسلمين لك و من ذريتنا أمة مسلمة لك (البقرة : ١٢٨)
“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu,
dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu”. (Al
Baqarah : 128)
Dan juga Nabi Zakariya -‘alaihis salam berdo’a :
رب هب لي من لدنك ذرية طيبة إنك سميع الدعاء (ال عمران : ٣٨)
“Ya Rabbku berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Do’a”. (Ali Imran : 38)
Ini semua adalah do’a para Nabi untuk anak-anaknya. Maka jadikanlah mereka qudwah kalian (yang diikuti).
Wahai para ayah, sesungguhnya anak yang shalih akan memberikan
manfaat kepada kalian di saat kalian hidup ataupun setelah kalian wafat.
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد يدعو له
“Apabila Bani Adam (manusia) meninggal dunia maka terputuslah amalnya
kecuali tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, atau ilmu yang
bermanfaat, atau anak shalih yang mendo’akan (orang tuanya)”.
Sesungguhnya anak-anak bisa menjadi kenikmatan bagi kedua orang
tuanya atau bisa sebagai bencana bagi mereka. Untuk itulah yang menjadi
sebab seorang anak menjadi kenikmatan bagi orang tuanya adalah
pendidikan anak (dalam perkara agama dan akhlaknya). Sebagaimana orang
tua menjadi sebab kebahagiaan atau kesengsaraan pada anak-anaknya.
Berkata Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam :
كل مولود يولد على الفطرة، فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kedua orang
tuanyalah yang membuatnya menjadi yahudi, atau nashrani, atau majusi”.
Maka jadikanlah hal ini perhatian bagi kalian wahai orang tua.
Wahai para ayah, kalian sangat semangat menyekolahkan anak-anak
kalian di sekolah-sekolah yang tamak dengan perkara dunia. Kalian tidak
ridha anak kalian tidak hadir walaupun hanya sehari. Maka apa
pertimbanganmu, untuk tidak menghadirkan mereka ke masjid-masjid Allah?
yang lebih baik dan kekal (pahalanya di sisi Allah). Sesungguhnya
hadirnya mereka di masjid-masjid akan memberi manfaat bagi baiknya adab
dan akhlak mereka, dan akan memunculkan kecintaan kepada kebaikan dan
menjauh dari kejelekan.
Hadirnya anak-anak di masjid akan menumbuhdewasakan mereka di atas
ketaatan dan akan selalu bermuamalah dengan orang-orang shalih, dan
masih banyak lagi kemaslahatan yang lain. Tidakkah kalian wahai para
ayah memperhatikan hal ini? Mengapa engkau meninggalkan anak-anak kalian
di waktu-waktu shalat dengan alasan kalian terhambat di jalan raya,
atau bersembunyi di rumah-rumah kalian (dalam keadaan tidak mengajak
anak kalian -yang laki-laki- shalat di masjid)? Apakah sekolah-sekolah
(dunia) itu lebih kalian pentingkan dibandingkan masjid? Ataukah
pendidikan dunia pada anak-anak kalian lebih mulia dari shalat? Ataukah
dunia yang lebih kalian cintai daripada akherat?
أرضيتم بالحياة الدنيا من الأخرة فما متاع الحياة الدنيا في الأخرة إلا قليل (التوبة : ٣٨)
“Apakah kalian lebih menyukai kehidupan di dunia daripada kehidupan
di akherat? Padahal kehidupan di dunia ini (dibandingkan dengan
kehidupan) di akherat hanyalah sedikit”. (At Taubah : 38)
Maka bertaqwalah kalian kepada Allah Ta’ala wahai kaum mukminin agar
kalian bahagia (di dunia dan akherat)”. (selesai ucapan As Syaikh Shalih
Fauzan Al Fauzan -hafizhahullah)
Diterjemahkan dari Kitab :
الخطب المنبرية للشيخ صالح فوزان الفوزان